Selasa, 24 Februari 2009

SINDROM DOWN (ASKEP)

A. DEFINISI
Down syndrome merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Syndrome Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia indonesia).
Sindroma Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan kromosom yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan fisik (medicastore).
Sindrom Down adalah kecacatan kromosom bercirikan kehadiran bahan genetik salinan tambahan kromosom pada keseluruhan trisomi 21 atau sebahagian, disebabkan translokasi kromosom (wikipedia melayu).
Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenalai dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih).
Kesan salinan tambahan ini mempunyai perbezaan jelas antara individual, bergantung kepada tahap salinan tambahan, latar belakang genetik, faktor persekitaran, dan peluang rawak. Sindrom Down berlaku pada kesemua populasi manusia, dan kesan seumpamanya telah di dapati pada spesies lain seperti chimpanzee dan tikus. Baru-baru ini, penyelidik telah mencipta tikus dengan kebanyakan kromosom 21 manusia (tambahan kepada kromosom tikus biasa). Bahan kromosom tambahan datang dalam berbagai cara berbeda. Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46,XX atau 46,XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan. Down syndrome merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Down syndrome ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merubah nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk pada penemu pertama syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

B. EPIDEMIOLOGI
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2 per 1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih).
Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia melayu)

C. ETIOLOGI
Pada tahun 1959 Leujene dkk (dikutip dari sony HS, dalam buku tumbuh kembang anak karangan Soetjiningsih) melaporkan temuan mereka bahwa pada semua penderita sindrom down mempunyai 3 kromosom 21 dalam tubuhnya yang kemudian disebut dengan trisomi 21. tetapi pada tahun – tahun berikutnya, kelainan kromosom lain juga mulai tampak, sehingga disimpulkan bahwa selain trisomi 21 ada penyebab lain dari timbulnya penyakit sindrom down ini. Meskipun begitu penyebab tersering dari sindrom down ini adalah trisomi 21 yaitu sekitar 92-95%, sedangkan penyebab yang lain yaitu 4,8-6,3% adalah karena kketurunan. Kebanyakan adalah translokasi Robertisonian yaitu adanya perlekatan antara kromosom 14, 21 dan 22.
Penyebab yang telah diketahui adalah kerena adanya kelainan kromosom yang terletak pada kromosom yang ke 21, yaitu trisomi. Dan penyebab dari kelainan kromosom ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal di bawah ini, antara lain :
1) Non disjungtion (pembentukan gametosit)
a. Genetik
Bersifat menurun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi pada kelurga yang memiliki riwayat sindrom down akan terjadi peningkatan resiko pada keturunannya
b. Radiasi
Menurut Uchida (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kkembang anak karangan Soetjiningsih) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down adal ibu yang pernah mengalami radiasi pada daerah perut. Sehingga dapat terjadi mutasi gen.
c. Infeksi
Infeksi juga dikaitkan dengan sindrom down, tetapi sampai saat ini belum ada ahli yang mampu menemukan virus yang menyebabkan sindrom down ini.
d. Autoimun
Penelitian Fial kow (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kembang anak karangan Soetjiningsih) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan antibodi ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down dengan anak yang normal.



e. Usia ibu
Usia ibu diatas 35 tahun juga mengakibatkan sindrom down. Hal ini disebabkan karena penurunan beberapa hormon yang berperan dalam pembentukan janin, termasuk hormon LH dan FSH.
f. Ayah
Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus penambahan kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan faktor dari ibu.
2) Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi Translokasi kromosom 21 dan 15.
3) Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga menyebabkan kesalahan DNA menuju ke RNA.
4) Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam kandungan
5) Frekwensi coitus akan merangsang kontraksi coitus, sehingga dapat berdampak pada janin.

D. GEJALA KLINIS
Berat pada bayi yang baru lahir dengan penyakit sindrom down pada umumnya kurang dari normal, diperkirakan 20% kasus dengan sindrom down ini lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Anak-anak yang menderita sindroma Down memiliki penampilan yang khas:
a. Bentuk tulang tengkoraknya asimetris atau ganjil dengan bagian belakang kepalanya mendatar (sutura sagitalis terpisah).
b. Lesi pada iris mata (bintik Brushfield), matanya sipit ke atas dan kelopak mata berlipat-lipat (lipatan epikantus) serta jarak pupil yang lebar.
c. Kepalanya lebih kecil daripada normal. (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal serta Leher pendek dan besar
d. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease (kelainan jantung bawaan). kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat.
e. Hidungnya datar (Hidung kemek/Hipoplastik) lidahnya menonjol, tebal dan kerap terjulur serta mulut yang selalu terbuka.
f. Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya memiliki satu garis tangan pada telapak tangannya. Tapak tangan ada hanya satu lipatan
g. Jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar
h. Jari kelingking hanya terdiri dari dua buku dan melengkung ke dalam (Plantar Crease).
i. Telinganya kecil dan terletak lebih rendah
j. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita sindroma Down tidak pernah mencapai tinggi badan rata-rata orang dewasa)
k. Keterbelakangan mental.
l. Hiper fleksibilitas.
m. Bentuk palatum yang tidak normal
n. Kelemahan otot
Namun tidak semua ciri – ciri di atas akan terpenuhi pada penderita penyakit sindrom down, berdasarkan penelitian terakhir orang dengan penyakit sindrom down juga dapat mengukir prestasi seperti kebanyakan orang yang normal.

E. TUMBUH KEMBANG PADA ANAK SINDROM DOWN
Anak-anak penderita syndrome mongoloid atau down's syndrome memiliki keterlambatan pada hubungan sosial, motorik, serta kognitifnya, sehingga dapat dikatakan bahwa anak ini mengalami keterlambatan pada semua aspek kehidupannya. Tetapi anak yang menderita penyakit sindrom down memiliki tingkatan yang berbeda – beda, yaitu dari tingkatan yang tinggi hingga yang paling rendah. Pada segi intelektualnya anak sindrom down dapat menderita retardasi mental tetapi juga ada anak dengan itelejensi normal, tetapi kebanyakan anak dengan sindrom down memiliki retardasi dengan tingkat rindgan hingga sedang. Pada perkembangan tubuhnya, anak sindrom down bisa sangat pendek tetapi bisa sangat tinggi. Serta anak sindrom down bisa menjadi sangat aktif dan juga bisa menjadi sangat pasif.
Sekalipun demikian kecepatan pertumbuhan anak dengan sindrom down lebih lambat dibandingkan dengan anak yang normal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhannya secara berkelanjutan. Kita perlu memantau kadar hormon tiroid bila pertumbuhan anak tidak sesuai dengan usia. Selain itu kita juga dapat memantau perkembangan organ – organ pencernaan, nungkin terdapat kelainan di dalamnya. Atau mungkin terdapat kelainan pada organ jantung yaitu penyakit jantung bawaan.

F. DIAGNOSIS
Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi kromosom 5-15%)
3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin terdapat ASD atau VSD.
6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
7. Penentuan aspek keturunan
8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas
9. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim tubuhnya.Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Penanganan Secara Medis
a. Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
b. Pemeriksaan Dini
ü Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak awal kelahiran, sehingga dilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya.
ü Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
c. Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom down akan mengalami gangguan pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa bayi dan prasekolah ataupun kegemukan pada masa sekolah dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasama dengan ahli gizi.
d. Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang yan dianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis)

2. Pendidikan
a. Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan sindrom down adalah membuat desain bangunan dengan menerapkan konsep rangsangan untuk tempat pendidikan anak-anak down's syndrome. Ada tiga jenis rangsangan, yakni fisik, akademis dan sosial. Ketiga rangsangan itu harus disediakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu melihat dunia sebagai sesuatu yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja.

b. Taman bermain atau taman kanak – kanak
Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang berkumpul dan bermain bersama (outdoor) seperti :
ü Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
ü Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk bermain bersama hewan dan tanaman
c. Intervensi dini.
Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan sindrom down. Akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini, latihan khusus untuk motorik halus dan kasar dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak akan mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat membentuk perkembangan fisik dan mental.

3. Penyuluhan terhadap orang tua
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak menerima diagnosa itu sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah bahwa anak dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan.
Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa itu sindrom down, karakteristik fisik dan antisipasi masalah tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.



H. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit sindrom down antara lain :
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (lebih dari 3 bulan). Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 35 tahun harus dengan hati-hati dalam memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena Down Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
2. Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip sindrom down dapat di non aktifkan.

Free Layouts for MySpace

I made my layout with the Myspace Background Maker. Get myspace layouts, graphics, and flash toys at pYzam.

Blogger Templates

askep KOMA

A. Pengertian
- Koma adalah keadaan klinis ketidaksadaran dimana pasien tidak tanggap terhadap dirinya sendiri dan lingkungan. (Brunner dan Suddart, 2001)
- Koma adalah keadaan penurunan kesadaran dana respons dalam bentuk yang berat, kondisinya seperti tidur yang dalam dimana pasien tidak dapat bangun dari tidurnya. (W. Sudoyo dkk, 2006)

B. Etiologi
Berbagai penyakit, cendera atau kelainan yang serius bisa mempengaruhi otak dan menyebabkan koma. Koma dapat timbul karena berbagai kondisi antara lain :
- Terjadi karena cedera kepala ringan atau berat
- Keracunan
- Keabnormalan metabolik
- Penyakit sistem saraf pusat
- Luka neurologis seperti stroke dan hipoksia
- Agen farmasentika.

C. Manifestasi klinis
1) Secara umum
- Pasien koma tidak dapat dibangunkan
- Tidak memberikan respon normal terhadap rasa sakit atau rangsangan cahaya
- Tidak memiliki siklus tidur-bangun.
- Tidak dapat melakukan tindakan sukarela
2) Adapun gejala di bawah ini sesuai dengan etiologinya :
- Syaraf cranial terganggu à bagian timbul yang dipersyarafi akan terganggu
- Peningkatan suhu sekitar 40 °C
- Asidosis metabolik
- Edema otak dan par
- Apneu Æ takipneu – cheyne stokes
- Mual, muntah, pucat
- Adanya trauma kepala dan hematoma
- Hipotermi
- Tekanan darah menrun – nadi kecil
- Perdarahan
- Konstipasi
- Diare
- Kejang
- Refleks pupil dan mata y

D. Klasifikasi
1) Koma epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks (seizure/ kejang) berhubungan dengan koma, walaupun tidak ada aktivitas motor epileptik (convlsion). Koma yang terjadi setelah kejang, merupakan tahap postictal, yang disebabkan oleh kekurangan persediaan energi ata efek molekul toksik lokal yang merupakaan hasil dari kejang.
2) Koma farmakologis.
Pada keadaan seperti ini sangat reversibel dan tidak menimbulkan kerusakan residual yang menyebabkan hipoksia. Overdosis beberapa obat dengan toksik dapat menekan fungsi sistem saraf.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1) Uji laboratorium
Digunakan untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksadaran yang mencakup tes glukosa darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri.
2) Pemeriksaan tambahan lainnya adalah CT-Scan atau MRI kepala, untuk menyingkirkan kemungkinan adanya cedera otak atau perdarahan.

F. Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan denyut jantung, tekanan darah, suhu serta jumlah oksigen dalam darahnya dipantau secara ketat. Tindakan terhadap pasien tidak sadar adalah memberikan dan mempertahankan jalan nafas paten. Pasien dapat di intubasi melalui hidung atau mulut, atau dilakukan trakheostomi. Sampai ditetapkan pasien mampu bernafas sendiri, maka mesin ventilasi digunakan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat. Pemasangan kateter intravena digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan pemberian makanan dilakukan dengan selang makanan atau selang makanan atau selarng gastrostomi.
Dilakukan suntikan intravena dan diberikan nalokson dan dekstrosa jika terjadi overdosis narkotika dan hipoglikemia, tiamin diberikan bersama dengan glukosa untuk menghindari terjadinya penyakit wernicke pada pasien malnutrisi. Pada kass tromosis kasilas dengan iskemia batang orak, digunakan heparin intravena atau obat trombolitik, jika tidak terdapat perdarahan serebral. Penggunaan antagonis benzodiazepin memiliki prospek untuk perbaikan setelah overdosis obat soporifik dan bermanfaat ntuk ensefalopati hepatik. Pemberian cairan hipotonik intravena harus dilakukan dengan hati-hati pada semua gangguan serius otak karena berpotensi edema serebri. Jika penekaranan lumbal terlambat dilakukan karena suatu hal, maka harus segera diberikan antibiotik seperti sefalosporin generasi ketiga, terutama setelah diambil kultur darah.

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien tidak sadar meliputi gangguan pernapasan, pneumonia, dekubitus dan aspirasi. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah pasien tidak sadar. Penumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator atau mereka yang tidak dapat untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Dekubitus, pasien tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal ini menyebabkan dalam tetap pada posisi yang terbatas. Keadaan ini akan mengalami infeksi dan merupakan sumber sepsis. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi, yang mencetuskan terjadinya pneumonia atau sumbatan jalan nafas.

H. Prognosis
Dampak koma adalah dibutuhkannya perawatan jangka panjang. Vegetative state persisten memiliki prognosis yang buruk, prognosis lebih baik dapat terjadi pada kelompok anak-anak dan remaja. Koma metabolik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan koma traumatik. Segala pendapat mengenai prognosis pada orang dewasa, sebaiknya hanya berupa perkiraan, dana keputusana medis seharusnya disesuaikan dengan faktor-faktor seperti usia, penyakit sistemik yang ada, dan kondisi medik secara keseluruhan. Informasi prognosis dari banyak pasien dengan luka di kepala, dapat dilakukan dengan GCS. Secara empiris, pengukuran ini dapat memprediksi trauma otak. Hilangnya gelombang kortikol pada potensi terjadi somata sensori merpakana infikator prognosis koma yang buruk.

ASFIKSIA (ASKEP)

DEFINISI
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang ( hipoksia ) disertai dengan peningkatan karbondioksida ( hiperkapnea ). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen ( hipoksia hipoksik ) dan terjadi kematian.
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan dalam paru – paru yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnea
Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi.


ETIOLOGI
-Alamiah
Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri, atau penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
-Mekanik
Yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran nafas dan sebagainya.
-Keracunan
Bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, narkotika.



MANIFESTASI KLINIS
-Sianosis
Tanda ini dapat dengan mudah dilihat pada ujung-ujung jari dan bibir dimana terdapat pembuluh darah kapiler. Sianosis mempunyai arti jika keadaan mayat masih baru (kurang dari 24 jam post mortal).



-Nafas pendek cepat dan akhirnya henti nafas.
Tanda ini dapat dengan mudah di lihat dari pola nafasnya. Pola nafas pendek cepat di karenakan orang tersebut kekurangan oksigen dan ingin mengkompensasi dengan cara nafas pendek dan cepat. Namun apabila hal tersebut tidak bisa juga mengkompensasi oksigen yang kurang maka orang tersebut bisa mengalami henti nafas.



-Perdarahan Berbintik
Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringannya longgar, seperti pada konjunctiva bulbi, palpebra, dan subserosa lain. Pada kasus yang hebat perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit, khususnya di daerah wajah. Pelebaran pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kaplier yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan.



-Luka lecet dan memar di daerah mulut, hidung.
luka lecet tekan dan memar di daerah mulut, hidung, dan sekitarnya, dan merupakan petunjuk pasti bahwa pada korban telah terjadi pembekapan yang mematikan. Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar



JENIS – JENIS ASFIKSIA
1. Anoksia Anoksik
Keadaan ini diibaratkan dengan tidak atau kurang pemasokan oksigen untuk keperluan pabrik. Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru - paru karena :
- Tidak ada atau tidak cukup O2
bernafas dalam ruangan tertutup, kepala ditutupi kantong plastik, udara yan kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tertutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini disebut asfiksia murni ( suffocation )
- Hambatan Mekanik
dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini disebut sebagai asfiksia mekanik ( mechanical asphyxia )



2. Anoksia anemia
Dimana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapatkan pada anemi berat dengan pendarahan yang tiba - tiba. Kedaaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.



3. Anoksia hambatan
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok, dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet, tersendat jalannya



4. Anoksia jaringan
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif


STADIUM ASFIKSIA
1. Fase dispnoe
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda - tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.



2. Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang mula - mula berupa kejang klonik tetap kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul episode opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.



3. Fase apnoe
Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.



4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernafasan berhenti.


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Masa dari saat asfiksia sampai timbul kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4 - 5 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda - tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. Pemeriksaan jenazah ( autopsi ) pada kasus - kasus asfiksia akan mamberikan gambaran :

1 Pemeriksaan luar
- Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung - ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia
- Warna lebam mayat ( livor mortis ) merah - kebiruan gelap akan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah, sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya proses kematian.
- terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lender saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang - kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
- Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2, akibat tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik - bintik perdarahan yang dinamakan sebagai tardeou’s spot.
2 Pemeriksaan dalam
- Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.
- Busa halus di dalam saluran pernafasan Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah
- Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fissura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis
- Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia


PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dilakukan pada kegawat daruratan dengan asfiksia yang utama terbagii menjadi 3 yakni A : Airway, B : Breathing, C : Circulation.
o A : Airway ( Saluran pernafasan )
Saluran pernafasan pada anak yang terkena asfiksia harus terbebas dari benda asing. Jadi pada intinya keluarkan benda – benda asing yang menghambat saluran pernafasan pada anak tersebut, seperti : rumput, tanah, kelereng atau mainan lain yang sering diletakkan anak di mulutnya.
Pada anak dengan laryngitis difteri dengan sumbatan laring total maka dapat dilakukan tracheostomi untuk membebaskan jalan nafas.
Pembersihan jalan nafas dapat dilakukan dengan bantuan intubasi endotrakeal.

o B : Breathing ( Pernafasan )
Kita harus lihat bagaimana pernafasan anak tersebut, jika pernafasan anak tersebut terhenti maka segera beri bantuan pernafasan anak tersebut dengan alat bantu nafas.
· Pemberian oksigen secara low flow oxygen system. Seperti nasal kanul, masker oxygen baik dengan reservoir maupun non reservoir.
· Ambubag,



o C : Circulation ( Peredaran darah )
Kita lihat peredaran darah anak tersebut dengan memastikan adakah denyut nadi atau tidak pada arteri carotis, suhunya bagaimama, frekuensi pernafasannya(RR), tekanan darahnya. Jika tidak ada nadi lakukan CPR (Cardio-pulmonary Resuscitation).

Kortikosteroid dan aminofilin diberikan pada penderita yang disertai spasme bronkus. Aminofilin diberikan intravena dengan dosis 7 mg/kg BB dan dilanjutkan dengan 1 mg/kg BB/24 jam dengan tetesan tetap.jika dengan aminofilin dan kortikosteroid tidak dapat diatasi maka dapat diberikan isoproterenol intravena 0,05-0,1 mcg/kg BB/menit.