Selasa, 24 Februari 2009

ASFIKSIA (ASKEP)

DEFINISI
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang ( hipoksia ) disertai dengan peningkatan karbondioksida ( hiperkapnea ). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen ( hipoksia hipoksik ) dan terjadi kematian.
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan dalam paru – paru yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnea
Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi.


ETIOLOGI
-Alamiah
Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri, atau penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
-Mekanik
Yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran nafas dan sebagainya.
-Keracunan
Bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, narkotika.



MANIFESTASI KLINIS
-Sianosis
Tanda ini dapat dengan mudah dilihat pada ujung-ujung jari dan bibir dimana terdapat pembuluh darah kapiler. Sianosis mempunyai arti jika keadaan mayat masih baru (kurang dari 24 jam post mortal).



-Nafas pendek cepat dan akhirnya henti nafas.
Tanda ini dapat dengan mudah di lihat dari pola nafasnya. Pola nafas pendek cepat di karenakan orang tersebut kekurangan oksigen dan ingin mengkompensasi dengan cara nafas pendek dan cepat. Namun apabila hal tersebut tidak bisa juga mengkompensasi oksigen yang kurang maka orang tersebut bisa mengalami henti nafas.



-Perdarahan Berbintik
Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringannya longgar, seperti pada konjunctiva bulbi, palpebra, dan subserosa lain. Pada kasus yang hebat perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit, khususnya di daerah wajah. Pelebaran pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kaplier yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan.



-Luka lecet dan memar di daerah mulut, hidung.
luka lecet tekan dan memar di daerah mulut, hidung, dan sekitarnya, dan merupakan petunjuk pasti bahwa pada korban telah terjadi pembekapan yang mematikan. Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar



JENIS – JENIS ASFIKSIA
1. Anoksia Anoksik
Keadaan ini diibaratkan dengan tidak atau kurang pemasokan oksigen untuk keperluan pabrik. Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru - paru karena :
- Tidak ada atau tidak cukup O2
bernafas dalam ruangan tertutup, kepala ditutupi kantong plastik, udara yan kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tertutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini disebut asfiksia murni ( suffocation )
- Hambatan Mekanik
dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini disebut sebagai asfiksia mekanik ( mechanical asphyxia )



2. Anoksia anemia
Dimana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapatkan pada anemi berat dengan pendarahan yang tiba - tiba. Kedaaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.



3. Anoksia hambatan
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok, dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet, tersendat jalannya



4. Anoksia jaringan
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif


STADIUM ASFIKSIA
1. Fase dispnoe
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda - tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.



2. Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang mula - mula berupa kejang klonik tetap kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul episode opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.



3. Fase apnoe
Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.



4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernafasan berhenti.


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Masa dari saat asfiksia sampai timbul kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4 - 5 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda - tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. Pemeriksaan jenazah ( autopsi ) pada kasus - kasus asfiksia akan mamberikan gambaran :

1 Pemeriksaan luar
- Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung - ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia
- Warna lebam mayat ( livor mortis ) merah - kebiruan gelap akan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah, sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya proses kematian.
- terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lender saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang - kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
- Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2, akibat tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik - bintik perdarahan yang dinamakan sebagai tardeou’s spot.
2 Pemeriksaan dalam
- Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.
- Busa halus di dalam saluran pernafasan Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah
- Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fissura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis
- Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia


PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dilakukan pada kegawat daruratan dengan asfiksia yang utama terbagii menjadi 3 yakni A : Airway, B : Breathing, C : Circulation.
o A : Airway ( Saluran pernafasan )
Saluran pernafasan pada anak yang terkena asfiksia harus terbebas dari benda asing. Jadi pada intinya keluarkan benda – benda asing yang menghambat saluran pernafasan pada anak tersebut, seperti : rumput, tanah, kelereng atau mainan lain yang sering diletakkan anak di mulutnya.
Pada anak dengan laryngitis difteri dengan sumbatan laring total maka dapat dilakukan tracheostomi untuk membebaskan jalan nafas.
Pembersihan jalan nafas dapat dilakukan dengan bantuan intubasi endotrakeal.

o B : Breathing ( Pernafasan )
Kita harus lihat bagaimana pernafasan anak tersebut, jika pernafasan anak tersebut terhenti maka segera beri bantuan pernafasan anak tersebut dengan alat bantu nafas.
· Pemberian oksigen secara low flow oxygen system. Seperti nasal kanul, masker oxygen baik dengan reservoir maupun non reservoir.
· Ambubag,



o C : Circulation ( Peredaran darah )
Kita lihat peredaran darah anak tersebut dengan memastikan adakah denyut nadi atau tidak pada arteri carotis, suhunya bagaimama, frekuensi pernafasannya(RR), tekanan darahnya. Jika tidak ada nadi lakukan CPR (Cardio-pulmonary Resuscitation).

Kortikosteroid dan aminofilin diberikan pada penderita yang disertai spasme bronkus. Aminofilin diberikan intravena dengan dosis 7 mg/kg BB dan dilanjutkan dengan 1 mg/kg BB/24 jam dengan tetesan tetap.jika dengan aminofilin dan kortikosteroid tidak dapat diatasi maka dapat diberikan isoproterenol intravena 0,05-0,1 mcg/kg BB/menit.



2 komentar: